Monday, September 21, 2009

PENGARUH DOSIS EKSTRAK LAMTORO DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN UBI JALAR (Ipomea batatas. L)




PR
O
POSAL PENELTIAN
DOSEN PEMBIMBING UTAMA:
Ir. HENRIQUE MD. DA COSTA, M. Sc
OLEH
MIGUEL NUNES
04 01 01 036
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
(UNTL)
2009






BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Tanaman ubi jalar (Ipomea batatas L,) merupakan salah satu jenis tanaman merambat dan memiliki berbagai manfaat sebagai bahan pangan. Ubi jalar di duga berasal dari benua Amerika, dan di perkirakan menyebar ke seluruh dunia pada abad ke-16 (Rukmana, 1997). Selanjutnya Juanda et al., (2000) mengatakan bahwa ubi jalar (Ipomea batatas L) mulai menyebar keseluruh dunia, terutama negara-negara beriklim tropik dan pada abad ke-16 orang Spanyol yang menyebarkan ke kawasan Asia, terutama Filipina, Japang, dan Indonesia termasuk Timor Leste.
Ubi jalar dapat di olah menjadi berbagai macam produk seperti dibuat tepung, permen, snack dan gula fruktosa, sebagai bahan baku industri makanan dan minuman serta memiliki limbah yang berupa batang dan daun dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak dan juga pucuk-pucuk daun ubi muda yang masih segar dapat dimanfaatkan untuk keperluan sayur (Juanda et al., 2000).
Perkembangan produksi ubi jalar di Indonesia pada tahun 2001 produksinya mencapai 9,7 ton/ha, (Sarwono, 2005). Sementara produksi ubi jalar di Timor Leste yang diusahakan oleh petani lokal sangat rendah. Berdasarkan data statistik nasional Ministerio Agrikultura Floresta e Pescas (MAFP) menunjukkan bahwa produksi rata-rata ubi jalar varietas lokal di Timor Leste baru mencapai 2,4 ton/ha. Dari data tersebut menunjukkan bahwa produksi ubi jalar di Timor Leste masih sangat rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Indonesia. Hal ini terjadi karena teknik pembudidayaan terutama pengaturan jarak tanam dan pemberian pupuk organik (ekstrak daun lamtoro) kurang intensif dan kebanyakan petani masih menerapkan sistem pertanian yang tergantung pada kondisi kesuburan alamiah dalam peningkatan produksi ubi jalar. Maka salah satu masalah yang dihadapi petani Timor Leste adalah teknik pembudidayaan tanaman ubi jalar, salah satunya adalah pengaturan jarak tanam dan pemberian pupuk organik (Dosis Ekstrak Lamtoro) yang belum tepat. Oleh karena itu perlu di lakukan penelitian lapangan tentang pengaruh dosis ekstrak lamtoro dan jarak tanam terhadap pertumbuhan dan hasil ubi jalar.
1.2. Perumusan Masalah
Belum diketahui secara jelas pengaruh jarak tanam yang baik dan dosis ekstrak lamtoro terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman ubi jalar di Timor Leste.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui pengaruh jarak tanam dan dosis ekstrak lamtoro terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman ubi jalar
2. Untuk mengetahui jarak tanam dan dosis ekstrak lamtoro yang tepat terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman ubi jalar.
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah:
1. Dapat memberikan informasi bagi petani dalam memperbaiki budidaya tanaman ubi jalar dengan menggunakan jarak tanam dan pemberian dosis ekstrak lamtoro yang sesuai agar memberikan hasil tanaman ubi jalar tertinggi.
2. Dapat menjadi sumber informasi ilmiah bagi perguruan tinggi khususnya Fakultas Pertanian Jurusan Budidaya Pertanian, Universitas Nacional Timor Loro Sa’e.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani dan Morfologi, dan Syarat Tumbuh
2.1.1. Botani
Menurut Sriwidodo (1987), bahwa sistematika tanaman ubi jalar adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Devisi : Spermamatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Conovolvulales
Famili : Conovolvulaceae
Genus : Ipomea
Spesies : Ipomea batatas L.
Tanaman ubi jalar yang tergolong dalam famili convolvulaceae yang terdiri atas 400 spesies (Sriwidodo, 1987).

2.1.2. Morfologi
Ubi jalar berbatang lunak, tidak berkayu, berbentuk bulat dan teras bagian tengah bergabus. Batang ubi jalar beruas-ruas dan panjang ruas antara 1-3 cm. Setiap ruas ditumbuhi daun, akar dan tunas. Diameter batang ubi jalar juga bervariasi, tergantung pada varietasnya, ada yang berukuran besar, sedang dan kecil. Varietas ubi jalar merambat umumnya memiliki diameter batang kecil ( Juanda et al., 2000).
Perakaran ubi jalar dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu penyerap hara dari dalam tanah yang disebut akar penyimpanan energi hasil fotosintesis disebut ubi. Kedalaman akar maksimal 45 cm dan arahnya tidak lebih dari 30 derajat dari permukaan tanah. Pertumbuhan selanjutnya sangat di pengaruhi oleh ketersediaan air didalam tanah. Apabila air tidak tersedia di lapisan olah, panjangnya untuk mendapatkan air, sampai pada kedalaman ± 240 cm (Rukmana, 1997).
Daun ubi jalar dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu bulat, lonjong dan runcing. Sedangkan tipe daun bervariasi yakni rata, berlekuk dangkal dan menjari. Ukuran luas daun berkorelasi positif dengan batang, yaitu pada varietas yang berbatang besar biasanya berdaun lebar dan varietas yang berbatang kecil berdaun sempit. Warna daun hijau, daun tua sampai hijau kuning. Warna tangkai daun dan tulang daun bervariasi antara hijau sampai ungu sesuai dengan warna batangnya (Wargiono, 1989).
Selanjutnya Rukmana (1997) mengatakan bahwa bentuk ubi biasanya bulat sampai lonjong dengan permukaan rata sampai tidak rata. Bentuk ubi yang ideal adalah lonjong agak panjang dengan berat antara 200 g - 250 g per ubi. Kulit berwarna putih, kuning, ungu atau kemerah-merahan, tergantung jenis atau varietasnya. Struktur kulit ubi bervariasi antara tipis sampai dengan tebal dan biasanya bergetah.

2.1.3. Syarat Tumbuh
Ubi jalar termasuk tanaman semusim. Tanaman ini cocok ditanam didaerah dengan ketinggian 500-1000 dpl, tapi dibawah 500 dan diatas 1000 dpl ubi jalar masih dapat tumbuh dengan baik, tetapi umur panen menjadi panjang dan hasilnya terendah, dan suhu 21-27 0 C serta mendapatkan sinar matahari 11-12 jam per hari (Rukmana, 1997). Kelembaban udara (RH) 50%-60% dengan curah hujan 750 mm-1.500 mm/tahun (Anonim, 2003). Selanjutnya Juanda et al., (2000) mengatakan bahwa ubi jalar masih toleran pada temperature 16 0C dan temperature maksimun 40 0 C, tetapi hasilnya kurang baik.
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman ubi jalar meliputi temperature dan kelembaban udara, curah hujan, penyinaran matahari, keadaan angin dan keaadaan tanah, letak geografi, topografi tanah dan sifat tanah (Juada et al., 2000). Selanjutnya ubi jalar ideal ditanam ditanah pasir berlempung, gembur, banyak mengandung bahan organik dengan pH 5,5-75 (Rukmana, 1997).
Cahaya matahari merupakan sumber energi untuk proses asimilasi. Penyinaran cahaya matahari berpengaruh secara langsung terhadap pembentukan organ-organ vegetatif tanaman, misalnya bunga, buah, biji dan umbi (Juanda et al., 2000).

2.2. Pengaruh Dosis Ekstrak Lamtoro
Ekstrak daun lamtoro memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan. Hal ini ekstrak lamtoro sangat penting dalam perkembangan dan pertumbuhan ubi jalar jika dilihat dari segi produksi (Saerodjotanoso 1983 cit Labatar., et al., 2006). Selanjutnya menurut Sutanto (2002) bahwa penggunaan pupuk hijau , pupuk hayati, penyiapan kompos, ekstrak daun yang diperkaya, diharapkan mampu memperbaiki kesehatan tanah, sehingga produksi tanaman meningkat, aman dan menyehatkan manusia yang mengkonsumsi.
Saerodjotanoso 1983 cit Labatar., et al., 2006 bahwa salah satu sarana produksi pertanian yang terbuat dengan bahan-bahan organik yang sifatnya ramah lingkungan dan menghasilkan produk pertanian sehat adalah ekstrak daun lamtoro, sebab daun lamtoro mengandung 3,84 % N, 0,20% P, 0,206% K, 1,31% Ca, 0,33% Mg. Selanjutnya menurut Musnamar (2007) bahwa pupuk organik merupakan pupuk dengan bahan dasar yang diambil dari alam dengan jumlah dan jenis unsur hara yang terkandung secara alami serta merupakan salah satu bahan yang sangat penting dalam upaya memperbaiki kesuburan tanah.
Menurut Wibawa (1992) bahwa pupuk organik berupa daun lamtoro akan meningkatkan kesuburan tanah dan akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman dalam memperoleh berbagai macam unsur hara. Hal ini di pertegaskan oleh Isroi (2008) bahwa pupuk organik cair antara lain adalah compost tea, ekstrak tumbuh-tumbuhan, cairan fermentasi limbah air peternakan, fermentasi tumbuh-tumbuhan yang memiliki kandungan hara yang lengkap bahkan di dalam pupuk organik juga terdapat senyawa-senyawa organik lain yang bermanfaat bagi tanaman, seperti asam humik, asam fulvat, dan senyawa-senyawa organik lain.
Pupuk organik merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dan alami daripada bahan pembenah buatan, umumnya pupuk organik mengandung unsur hara N, P,K rendah, tetapi mengandung hara mikro dalam jumlah cukup yang sangat diperlukan pertumbuhan tanaman sebagai bahan pembenah tanah, pupuk organik mencegah terjadinya erosi tanah, pupuk organik mencegah terjadi erosi, pengerakan permukaan tanah. Nitrogen dan unsur hara yang lain di lepaskan oleh bahan organik secara perlahan-lahan melalui proses mineralisasi (Alinudin, 2005). Pada umumnya nilai pupuk yang dikandung pupuk organik terutama unsur makro nitrogen (N), Fosfor (P) dan kalium (k) rendah, tetapi pupuk organik juga mengandung unsur mikro esessial yang lain. Unsur – Unsur yang terdapat pada pupuk cair (Ekstrak Daun Lamtoro) meliputi N, K, H2O, Cl , serta mengandung bahan organik lain seperti Nitrogen 2,0-4,3%, Fosfor 0,2-0,4%, Kalium 1,3-4,0%. Unsur hara makro dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah banyak terdiri atas C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, dan S. Sedangkan unsur hara mikro dibutuhkan dalam jumlah sedikit, terdiri atas Fe, Mn, B,Cu, Zn, Cl, dan Co. (Alinudin, 2005). Penggunaan dosis ekstrak lamtoro 350 cc/liter air dengan menghasilkan hasil tertinggi 17,10 ton/ha dan 300 cc/liter air menghasilkan hasil optimal 17,4 ton/ha dan 250 cc/liter air menghasilkan hasil minimum 11,56 ton/ha sedangkan tanpa pemberian dosis ekstrak lamtoro menghasilkan hasil terendah 5,43 ton/ha (Saerodjotanoso 1983 cit Labatar., et al., 2006). Berpedoman dari hal tersebut diatas, maka diperlukan kajian tentang pengaruh dosis ekstrak lamtoro pada tanaman ubi jalar (Saerodjotanoso 1983 cit Labatar., et al., 2006).

2.3. Pengaruh Jarak Tanam
Jarak tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan pembentukan umbi. jarak tanam harus sesuai dengan lebar tajuk (kanopi) ubi jalar agar daun tanaman tidak saling menutupi, sehingga matahari dapat menyinari seeluruh bagian tanaman secara penuh (Juanda et al., 2000).
Jarak tanam yang terlalu rapat dapat menyebabkan ubi jalar mudah terserang oleh hama dan penyakit cendawan karena kondisi iklim mikro disekitar tanaman menjadi lembab. Jarak tanam yang rapat juga dapat menyebabkan tanaman tumbuh kurus dan kurang produktif (Rukmana, 1997).
Jarak tanam erat hubungannya dengan persaingan dalam memperoleh unsur hara, cahaya matahari, dan air. Jarak tanam yang rapat terjadi peningkatan populasi tanaman yang menyebabkan kompetisi antar tanaman lebih besar, sehingga kwalitas umbi menurun. Jarak tanam yang lebar kompetisi antar tanaman kecil, sehingga ada keseimbangan pemanfaatan unsur hara, air dan cahaya matahari yang menyebabkan kualitas umbi lebih baik (Sugito, 1999). Hal ini sejalan dengan pendapat Basri (1992), menyatakan bahwa jarak tanam yang renggang akan memberikan peluang masuknya intensitas cahaya matahari langsung mengenai petak percobaan yang akan meningkat evapotranspirasi.
Menurut Juanda et al., (2000) bahwa jarak tanam untuk ubi jalar yang ideal adalah 100 cm (antar barisan) x 25 cm (antar tanaman) atau 75 cm x 30 cm, dan juga jarak tanam yang dianjurkan adalah 75 cm x 30 cm atau 100 cm x 25 cm dengan patokan guludan sama dengan barisan tanaman jarak tanam 75 cm x 30 cm per ha kebutuhan benih 35.555 setek sedangkan jarak tanam 100 cm x 25 cm per ha 32.000 setek (Anonim, 2003). Jarak tanam mempengaruhi hasil tanaman, adanya pengaruh jumlah tanaman yang ditanam, pemanfaatan cahaya yang efisiensi dan persaingan antara tanaman dalam penggunaan unsur hara dan cahaya matahari dapat ditekan (Rukmana, 1997). Hal ini dipertegaskan oleh Hardjadi (1996) jarak tanam dapat mempengaruhi hasil ubi jalar. Ubi jalar yang ditanam dengan jarak tanam terlalu rapat hasilnya akan menurun, demikian pula jarak tanam yang renggang. Selanjutnya dikatakan bahwa jarak tanam yang rapat akan membutuhkan populasi tanaman yang tinggi. Sebaliknya jarak tanam yang renggang akan membutuhkan populasi yang sedikit. Penggunaan jarak tanam 100 cm x 25 cm memberikan hasil yang tertinggi yakni 12,93 ton/ha dan menggunakan jarak tanam 75 cm x 30 cm memberikan hasil yang optimal yakni 8,23 ton/ha serta menggunakan jarak tanam 75 cm x 25 cm memberikan yang terendah yakni 5,81 ton/ha (Juanda et al., 2000).

2.4. Landasan Teori
Salah satu alternatif yang ditempuh dalam peningkatan hasil tanaman ubi jalar dengan menerapkan salah satu sarana produksi yang terbuat dari bahan-bahan organik yang sifatnya ramah lingkungan dan menghasilkan produk yang sehat adalah ekstrak daun lamtoro. Kandungan ekstrak daun lamtoro menyebabkan pertumbuhan tanaman tumbuh lebih optimal, karena peranan pupuk hijau seperti ekstrak daun lamtoro dapat memperbaiki struktur kimia tanah, mengemburkan lapisan tanah yang keras, meningkatkan kandungan N dan pertukaran kation, sehingga tanaman dapat memperoleh unsur hara, dimana dengan pemberian pupuk organik berjenis daun lamtoro akan diperoleh produksi sebanyak 17,10 ton/ha dengan dosis 350 cc/liter air, dan produksi sebanyak 17,4 ton/ha dengan dosis 300 cc/liter air serta produksi 11,56 ton/ha dengan dosis 250 cc/liter air . Dengan tanpa pemberian pupuk hasilnya sebanyak 5,43 ton/ha.
Pengaturan jarak tanam merupakan salah satu teknik budidaya untuk meningkatkan produksi tanaman ubi jalar. Jarak tanam dapat disesuaikan dengan lebar tajuk ubi jalar agar daun tidak saling menutupi, sehingga semua tanaman mendapat matahari secara penuh karena cahaya merupakan salah satunya faktor dalam proses fotosintesis pada tanaman. Penggunaan jarak tanam 100 cm x 25 cm dapat memberikan hasil yang tertinggi yakni 12,93 ton/ha, dan jarak tanam 75 cm x 30 cm dapat memberikan hasil yang optimal yakni 8,23 ton/ha jika dibandingkan penggunaan jarak tanam 75 cm x 25 cm dapat memberikan hasil yang terendah yakni 5,81
ton/ha.

2.5. Hipotesis
1. Di duga bahwa tanpa pemberian dosis ekstrak lamtoro dengan menggunakan jarak tanam 75 x 25 cm akan memberikan hasil terendah
2. Di duga dengan pemberian dosis ekstrak lamtoro 350 cc/liter air dan jarak tanam 75 x 30 cm akan memberikan hasil optimun
3. Di duga dengan pemberian dosis ekstrak lamtoro 300 cc/liter air dan jarak tanam 100 x 25 cm akan memberikan hasil maksimun



BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September 2009 hingga Januari 2010, di Suco Comoro, Sub Distrito Dom Aleixo Aldeia Beto Tasi Distrito Dili dengan ketinggian tempat ± 20 dpl.
3.2. Bahan dan Alat
3.2.1. Bahan :
Benih/setek ubi jalar, daun lamtoro, air dan fungisida
3.2.2. Alat : Parang, cangkul, linggis, Rol meter, Tali rafia, timbangan, jangka sorong, mister, ember, jergen, drum, gembor dan alat tulis menulis.
3.3. Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok Split Plot (RAK Split Plot Design) 3 x 3 yang diulang dalam tiga blok. Faktor utama adalah Dosis ekstrak lamtoro (D) yang terdiri dari 4 aras atau level yaitu:
D0 = Tanpa Dosis Ekstrak Lamtoro
D1 = Dosis Ekstrak Lamtoro 250 cc/liter air
D2 = Dosis Ekstrak Lamtoro 300 cc/liter air
D3 = Dosis Ekstrak Lamtoro 350 cc/liter air
Anak petak adalah : Jarak Tanam (J) yang terdiri dari 3 aras atau level yaitu :
J1 = Jarak Tanam 75 x 25 cm
J2 = Jarak Tanam 75 x 30 cm
J3 = Jarak Tanam 100 x 25 cm
Dengan kombinasi perlakuan sebagaimana tercantum pada tabel 1 kombinasi perlakuan.
Tabel 1 kombinasi perlakuan
D /J J1 J2 J3
D0 D0J1 D0J2 D0J3
D1 D1J1 D1J2 D1J3
D2 D2J1 D2J2 D2J3
D3 D3J1 D3J2 D3J3

Keterangan
D0L1 : Tanpa dosis ekstrak lamtoro dengan jarak tanam 75 x 25 cm
D1J1 : Dosis ekstrak lamtoro 250 cc/liter air dengan jarak tanam 75 x 25 cm
D2J1 : Dosis ekstrak lamtoro 300 cc/liter air dengan jarak tanam 75 x 25 cm
D3J1 : Dosis ekstrak lamtoro 350 cc/liter air dengan jarak tanam 75 x 25 cm
D0J2 : Tanpa dosis ekstrak lamtoro dengan jarak tanam 75 x 30 cm
D1J2 : Dosis ekstrak lamtoro 250 cc/liter air dengan jarak tanam 75 x 30 cm
D2J2 : Dosis ekstrak lamtoro 300 cc/liter air dengan jarak tanam 75 x 30 cm
D3J2 : Dosis ekstrak lamtoro 350 cc/liter air dengan jarak tanam 75 x 30 cm
D0J3 : Tanpa dosis ekstrak lamtoro dengan jarak tanam 100 x 25 cm
D1J3 : Dosis ekstrak lamtoro 250 cc/liter air dengan jarak tanam 100 x 25 cm
D2J3 : Dosis ekstrak lamtoro 300 cc/liter air dengan jarak tanam 100 x 25 cm
D3J3 : Dosis ekstrak lamtoro 350 cc/liter air dengan jarak tanam 100 x 25 cm

3.3.1. Pelaksanaan Penelitian
3.3.2. Persiapan Bibit
Bibit ubi jalar diperoleh dari Seed of Life (Sols) Ministerio Agrikultura e Pescas. Caranya bibit diambil dan disimpan di tempat teduh selama 1-7 hari. Tujuannya untuk masa dormansi (masa istirahat).
3.3.3. Persiapan Lahan
Sebelum dilakukan penanaman di lapangan terlebih dahulu dilakukan suatu survey lokasi dengan maksud untuk mengetahui keadaan topografi tanah berdasarkan kesuburan tanah untuk membudidayakan tanaman tersebut. Sebelum dilakukan pengolahan pertama-tama dilakukan pembersihan gulma, pembabatan, bersihkan sisa ranting tanaman dan batu-batuan di lahan penelitian, selanjutnya dilakukan pengolahan tanah dengan cara mengcangkul tanah dan menghancurkan bongkahan tanah, kemudian membersihkan sisa-sisa akar tanaman liar dan batu-batuan serta pembentukan bedengan. Luas lahan yang akan digunakan adalah seluas 460 m2 dengan ukuran 46 m x 10 m; ukuran bedengan 3 x 2 m, jarak antar petak 0,5 m dan jarak antar blok 1 m.
3.3.4. Penanaman
Penanaman bibit setek ubi jalar perlu diperhatikan dengan baik karena sangat berpengaruh terhadap jumlah umbi yang dihasilkan, keragaman umbi, dan bentuk umbi. Penanaman dilakukan dengan cara miring. Penanamannya sesuai dengan perlakuan jarak tanam yang ada.
3.3.5. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan tanaman merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam pembudidayaan suatu tanaman. Dalam hal ini apabila kegiatan ini tidak dilakukan akan mempengaruhi hasil produksi yang diharapkan. Kegiatan ini meliputi : Pemupukan, penyiraman, pendangiran, pemberantasan hama dan penyakit.
3.3.5.1. Pemupukan
Pemupukan merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk menambah unsur hara dalam perkembangan dan pertumbuhan suatu tanaman, bila tanah tersebut mengalami kekurangan akan bahan-bahan organik yang ada didalam tanah. Kegiatan ini dilakukan sesuai dengan perlakuan yang ada. Cara pemberian adalah penyemprotan lewat daun atau stomata.
3.3.5.2. Penyiraman
Penyiraman adalah salah satu kegiatan yang dilakukan untuk menjaga tidak terjadinya kekeringan pada tanaman, oleh sebab itu kegiatan penyiraman sangat penting dilakukan dalam perkembangan dan pertumbuhan tanaman. kegiatan penyiraman dilakukan 2 kali sekali yaitu pagi dan sore hari.
3.3.5.3. Penyiangan
Kegiatan penyiangan merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk menyingkirkan berbagai macam tanaman liar (gulma) dengan maksud tidak terjadinya persaingan unsur hara antara tanaman yang dibudidayakan. Kegiatan penyiangan dilakukan sesuai dengan perkembangan di lapangan.
3.3.5.4. Penyulaman
Penyulaman merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam prosees pemeliharaan tanaman. Kegiatan dilakukan dengan maksud untuk menggantikan setek yang tidak tubuh dengan setek yang sehat dan mempunyai umur yang sama dengan setek yang tidak tumbuh.
3.3.5.5. Pendangiran
Pendangiran atau pembumbunan adalah salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mengemburkan tanah disekitar akar tanaman agar akar tanaman dapat bergerak bebas dalam pengambilan unsur hara. Kegiatan pendangiran dilakukan sebanyak 2 (dua) kali yaitu tanaman berumur 4 MST dan 9 MST.
3.3.5.6. Pemberantasan Hama dan Penyakit
Kegiatan pemeliharaan dalam pemberantasan hama dan penyakit sangat penting diperhatikan. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap hasil produksi yang diharapkan. Dengan demikian kegiatan tersebut perlu dilakukan dengan baik untuk mencegah supaya tidak terjadinya penyerangan hama penyakit terhadap tanaman yang terserang oleh hama dan penyakit. Kegiatan pemberantasan disesuai dengan perkembangan di lapangan.
3.3.5.7. Pemanenan
Tanaman ubi jalar dapat dipanen bila ubi-ubinya sudah tua (matang morfologis). Penentuan waktu panen ubi jalar didasarkan atas umur tanaman. Panen ubi jalar yang ideal dimulai pada umur 3 bulan, dengan penundaan paling lambat sampai umur 4 bulan. Keterlambatan panen akan memberikan pengaruh pada kenaikan hasil ubi (Rukmana, 1997).

4.1. Variabel Pengamatan
4.1.1. Variabel Lingkungan
4.1.2. Suhu Tanah ( 0 C )
Pengukuran suhu tanah dapat dilakukan pada awal, pertengahan dan akhir penelitian. Caranya membenamkan thermometer air raksa kedalam tanah dengan kedalaman 15 cm, selama 5 menit pada masing-masing petak dengan tiga titik untuk setiap petak. Pengukuran suhu tanah dilakukan pada pagi, siang dan sore hari.
4.1.3. Kadar Lengas Tanah (%)
Pengukuran kadar lengas tanah dilakukan pada awal, pertengahan dan akhir penelitiian. Caranya adalah dengan melakukan pengambilan contoh tanah yang dilakukan secara komposit dalam tiga titik dengan menggunakan pipa paralon yang disiapkan, dan ditancapkan kedalam tanah 15 cm. Sampel tersebut dibawa ke laboratarium untuk dianalisis kadar lengas tanah. Pengukuran kadar lengas tanah dilakukan dengan metode granmetri, dimana menimbang cawan ( BC ), kemudian memasukkan tanah kedalam cawan, lalu timbang tanah guna mengetahui berat basah tanah ( BB ) dan setelah itu dioven dengan suhu 105 0 C selama 48 jam. Setelah dioven dikeluarkan dan didinginkan dalam eksquator selama 15 menit. kemudian menimbang untuk mengetahui berat kering tanah ( BK ). Untuk mengetahui kadar lengas tanah menggunakan rumus sebagai berikut :

KL= (BB-BK) x100%
----------
BB
Keterangan:
KL = Kadar lengas tanah (gr)
BB= Berat basah tanah (gr)
BK = Berat kering tanah (gr)
4.1.4. pH Tanah
Pengukuran pH tanah dapat dilakukan bersamaan dengan kadar lengas tanah. Untuk mengetahui pH tanah menggunakan indicator, caranya ambil tanah lalu diletakan diatas papan kecil setelah itu tumpahkan kapur lalu ditetesi dengan indicator dan diaduk hingga warnanya muncul, kemudian ambil kertas warna (kertas pH) dan dibandingkan warna tanah cocok dengan warna kertas (kertas pH) yang ada.

4.2. Variabel Pertumbuhan
4.2.1. Panjang Tanaman (cm)
Pengukuran panjang tanaman dilakukan pada saat berumur 3 MST terhadap tanaman sampel. Pengukurannya dengan menggunakan meteran 5 m, caranya meletakan meteran pada pangkal batang dan ditarik ke titik tumbuh yang terpanjang. Pengukuran selanjutnya dilakukan 3 (tiga) minggu sekali hingga 12 MST.
4.2.2. Diameter Batang (mm)
Pengukuran diameter batang dilakukan bersamaan dengan panjang tanaman. Caranya meletakan jangka sorong pada pangkal batang tanaman ubi jalar pada jarak 5 cm diatas permukaan tanah. Pengukuran dilakukan pada saat umur tanaman 3 MST. Pengukuran selanjutnya dilakukan 3 (tiga) minggu sekali hingga 12 MST.
4.2.3. Jumlah Daun (Helaian)
Jumlah daun dapat dihitung pada saat tanaman berumur tiga minggu setelah tanam dengan interval pengukuran tiga minggu setelah tanaman sampai tanaman berumur 12 minggu setelah tanam. Caranya menghitung semua daun yang ada pada tanaman sampel dengan kreteria daun yang hijau dan tidak diserang hama dan penyakit atau sudah kering.
4.2.4. Jumlah Cabang.
Jumlah cabang dilakukan bersamaan dengan jumlah daun. Caranya menghitung cabang yang muncul pada batang induk. Pengamatan dilakukan pada saat umur tanaman 3 MST. Pengukuran selanjutnya dilakukan 3 (tiga) minggu sekali hingga 12 MST.
4.3.5. Luas Daun (cm2).
Pengukuran luas daun dilakukan pada saat tanaman ubi jalar mencapai pertumbuhan vegetatif maksimun, dengan menggunakan metode gravimeter, menimbang berat segar langsung. Caranya mengambil semua daun pada dua tanaman korban, selanjutnya ditimbang berat seluruh daun untuk mendapatkan berat total daun ( BTD ), kemudian membuat pola daun untuk mendapatkan ukuran pola daun (UPD ), setelah itu semua pola daun tersebut ditimbang untuk mendapatkan berat pola daun (BPD). Untuk mengetahui luas daun menggunakan rumus sebagai berikut:
LD=BPD x UPD x JD
-------------
BTD
Keterangan:
LD : Luas Daun (cm3)
BTD : Berat Total Daun (gr)
BPD : Berat Pola Daun (gr)
JD : Jumlah Daun (Helaian)
UPD : Ukuran Pola Daun (cm)

4.3. Variabel Hasil
4.3.1. Jumlah Umbi Per Tanaman
Pengamatan jumlah umbi dilakukan setelah panen. Caranya menghitung semua ubi pada tanaman sampel setiap petak percobaan.
4.3.2. Panjang Per Umbi (cm)
Pengukuran panjang umbi, dilakukan setelah panen. Caranya meletakkan penggaris pada pangkalnya sampai ujung umbi, dilakukan terhadap semua umbi pada tanaman dari setiap petak percobaan.
4.3.3. Berat Per Umbi (gr)
Pengukuran berat umbi dilakukan setelah panen. Caranya menimbang setiap umbi yang ada pada tanaman sampel dari setiap petak. Pengukuran dengan menggunakan timbangan duduk.
4.3.4. Diameter Per Umbi (mm)
Pengukuran diameter per umbi dilakukan setelah panen. Caranya mengukur diameter semua umbi per tanaman dari setiap petak percobaan. Pengukuran dilakukan pada bagian pangkal, tengah dan ujung umbi.
4.3.5. Diameter Umbi Per Tanaman (mm)
Pengukuran umbi per tanaman dapat dilakukan setelah panen. Caranya mengukur diameter semua umbi per tanaman dari setiap petak percobaan.
4.3.6. Berat Umbi Per Tanaman (kg)
Pengukuran berat umbi per tanaman dapat dilakukan setelah panen. Caranya menimbang setiap umbi yang ada pada tanaman sampel dari setiap petak. Pengukuran dengan menggunakan timbangan duduk.
4.3.7. Jumlah Umbi Per Petak
Pengamatan jumlah umbi dapat dilakukan setelah panen. Caranya menghitung semua umbi pada setiap petak percobaan, termasuk tanaman sampel.
4.3.8. Berat Umbi Per Petak (ton/ha)
Pengukuran berat umbi per petak dapat dilakukan setelah panen. Caranya menimbang setiap umbi yang ada pada tanaman sampel dari setiap petak. Pengukuran dengan menggunakan timbangan duduk.
4.3.9. Indeks Panen (%)
Perhitungan indeks panen dapat dilakukan setelah panen. Caranya menimbang berat berangkasan untuk mendapat berat biologi ( BB ) atau berat non ekonomi (BNE) dan kemudian menimbang berat ekonomi ( BE ). Sedangkan untuk mengetahui indeks panen menggunakan rumus :
IP = BE x 100%
---- --------
BE +BNE
Keterangan:
IP = Indeks Panen
BE = Berat Ekonomi
BNE = Berat Non Ekonomi
4.3.10. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (Anova) pada tingkat signifikan 5 % untuk mengetahui ada tidaknya beda nyata anatara rata-rata perlakuan, yang beda nyata akan di uji dengan (BNT) 5 %.

DAFTAR PUSTAKA
Agro Inovasi, Pupuk HPS (Harapan Petani Sejahtera) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian IAARD. Online. Sumber: situs web Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jakarta
Archive For January, 2009, Pupuk Organik Merk SMS Agrobost, Posted by agrot3k.
Adi Nugroho, dkk, 1989, Pupuk Akar, Tim Redaksi Trubus, Jakarta
Basri, H. J. 1992, Dasar-Dasar Agronomi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Ben Subur,2009, Pupuk Organik Cair, http://www.bensubur.blogspot.com/
Dede Juanda Js, dan Bambang Cahyono, 2000, Ubi Jalar Budidaya dan Analisis Usaha Tani, Kanisius, Yogyakarta.
Didi A. Suriaadikarta, dkk, 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Pupuk Kompos, 1987, Departamen Pertanian, Balai Informasi Pertanian Timur-Timur
Effi Ismawati Musnamar, 2007, Pupuk Organik Cair Dan Padat, Pembuatan dan Aplikasi. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
Jurnal Agrisistem, Desember 2006,Vol 2 No. 2 ISSN 1858-4330. Pengaruh Ekstrak Daun Lamtoro Sebagai Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi, Editor Robert Labatar cit al Saerodjotanoso, 1983).
http://isroi.wordpress.com/2008/02/26/pupuk -organik-an pupuk-kimia
htpp://balitpa.litbang.deptan.go.id. Pupuk Organik Cair
http//mitranusantara.blogspot.com Pupuk Organik Super Natural Nutrition.
http//abgorganik.wordpress.com ABG Pupuk Organik dan Nutrisi
Penggunaan Pupuk Organik Menghemat Biaya, 2006, Sinar Tani edisi 5. http://www.google.co.id/
Sugito S, 1999, Ekologi Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.
Rahmat Rukama, 1997, Ubi Jalar Budi Daya Pasca Panen, Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Serie Informasaun Agrikultura Fehuk Midar (Ipomea batatas. L) MAP- Timor Leste
Racham Sutanto, 2002, Penerapan Pertanian Organik, Pemasyarakatan dan Pengembangannya, Kanisius. Yogyakarta.
Rudy Purwanto, S.si, 2008, Lingkungan Hidup, http://www.kabarindonesia,com/
Sriwidodo, 1997. Evaluasi Daya Hasil Klon-Klon Harapan Ubi Jalar. Padi Penelitian Tanaman Pangan Maros. Agrikan Buletin. Vol.2No.3.1987
.http://www.alialampersada.blogspot.com/ dan Facebook Alinudin Hukubun, No Rek 000501033107500 BRI Cabang Asia Afrika, E-mail: alinudin@yahoo.com
Wargiono, J., 1988. Ubi Jalar dan Bercocok Tanam, Buletin Teknik No.5LP3 Bogor.



LAMPIRAN 2 : LETAK TANAMAN SAMPEL PADA PETAK

X X X X X X X X
X @ X @ # X @ X
X X @ X @ # X X
X X X X X X X X
Ket :
Jarak Tanam : 75 x 25 cm
Jumlah Populasi Tanaman : 32 Tanaman
Jumlah Sampel Tanaman : 5 Tanaman
Jumlah Tanaman Korban : 2 Tanaman

X X X X X X X
X X @ X X @ X
X @ X @ # X X
X # X X @ X X
Ket :
Jarak Tanam : 75 x 30 cm
Jumlah Populasi Tanaman : 28 Tanaman
Jumlah Sampel Tanaman : 5 Tanaman
Jumlah Tanaman Korban : 2 Tanaman

X X X X X @ X X
X # @ X X X @ X
X @ X X @ X X #
Ket :
Jarak Tanam : 100 x 25 cm
Jumlah Populasi Tanaman : 24 Tanaman
Jumlah Sampel Tanaman : 5 Tanaman
Jumlah Tanaman Korban : 2 Tanaman